Bounche.com – Dunia marketing, khususnya digital marketing berkembang kian pesat, banyak strategi yang berkembang atau bahkan telah berubah, misalnya dalam hal pendekatan content marketing, dulu content marketing biasanya lebih menitikberatkan pada fakta: argumentasi menarik dan cara pikir rasional. Namun, kini content marketing cenderung persuasif secara emosional dan lebih membawa konsumen ke dalam percakapan ‘like a human’.
Seperti dalam media sosial, demi membangun hubungan jangka panjang, perusahaan harus menyadari bahwa media sosial harus bertransformasi dari product ke human being. Inilah saatnya ‘memanusiakan’ merek melalui media sosial. Kenali produk Anda, perkuat karakteristiknya, ciptakan persona dan mulailah bangun percakapan ‘like a human‘ di media sosial. Catatan penting, objective bukan hanya engagement rate, tapi esensi sesungguhnya adalah connection, ya, dengan connection yang kuat, brand Anda pasti akan memiliki relationship yang kuat (dengan konsumen).
Di era Marketing 3.0, perusahaan menghadapi konsumen yang secara holistic memiliki mind, heard, dan spirit. Pada sisi lain, fenomena ‘pelanggan adalah raja’ sudah tidak berlaku lagi. Konsumen minta diperlakukan like a human dan as a friend. Intinya, di era 3.0 sebuah merek dituntut aktif terlibat dengan konsumen dengan pendekatan lebih personal.
Seiring perjalanan waktu, model marketing berubah dari Marketing 1.0 ke Marketing 2.0, dari product centric (yang dijual adalah kualitas teknis menurut kacamata produsen) ke consumer–centric area (yang dijual adalah kualitas menurut kacamata konsumen). Marketing 3.0 menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga berpartisipasi dalam memecahkan problem sosial. Keadaan ini memaksa banyak perusahaan besar menerjunkan diri ke arena percakapan yang terbangun melalui media sosial.
Social is now a significant investment for most brands. Detak jantung media sosial adalah konsumen. Sederhananya, media sosial adalah tentang pertemanan dan percakapan. Penelitian yang dilakukan Firefly Millward Brown menyoroti perlunya sebuah merek untuk mendapatkan kepercayaan konsumennya. Responden mengungkapkan ketidaksukaan mereka terhadap cara penyampaian merek atau perusahaan di media sosial dan keinginan mereka agar merek atau perusahaan lebih relevan, transparan dan berperilaku layaknya seorang teman dibandingkan menjadi perusahaan yang ‘melulu’ mengedepankan promosi atau selling.
Komposisi konten media sosial idealnya adalah 40 persen konten mengusung strategi entertaining & engaging content atau konten yang cenderung mengundang interaksi (comment, like dan share), seperti game, tanya pendapat atau opini, quote motivasi atau inspirasi, kuis dan lainnya. 30 persen konten memberikan informasi dan edukasi, 20 persen konten mengusung strategi promosi atau soft selling, ingat hanya 20 persen! 10 persen terakhir adalah konten yang diisi oleh fans (user generated content). Perusahaan-perusahaan yang kerap gagal dalam memanfaatkan media sosial sebagai wadah untuk berkomunikasi atau mendekatkan diri dengan konsumen umumnya dikarenakan perusahaan tersebut terlalu gencar melakukan promosi atau hard selling di media sosial.
“Konsumen menginginkan percakapan di mana merek mendengarkan apa yang mereka katakan. Bukan hanya sekedar menyampaikan pesan atau iklan tanpa memperhitungkan apa yang konsumen pikirkan, rasakan dan inginkan,” ungkap Rob Hernandez, Global Brand Director Firefly Millward Brown, seperti dilansir dari Firefly.
Membuat merek seperti ‘manusia’ menekankan pentingnya pemahaman bahwa followers, fans, maupun friends di media sosial perusahaan Anda lebih dari sekedar konsumen. Kunci untuk membuatnya bekerja adalah dengan membangun interaksi, memahami konsumen Anda dan jangan lupa untuk meningkatkan kepercayaan sebagai hal utama dalam berbisnis. Sebagian besar konsumen membeli produk atau jasa karena mereka percaya terhadap sebuah merek.
“Konsumen tidak suka gimmick dan ingin perusahaan bersikap jujur tentang produk dan layanannya. Mereka juga ingin perusahaan memiliki ‘human face’. Ketakutan terbesar konsumen adalah perusahaan ingin mengubah media sosial dari komunitas menjadi pasar,” tambah Rob.
Konsumen memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kelangsungan sebuah bisnis. Ketika konsumen membaca konten atau menanyakan sesuatu melalui media sosial, berikanlah jawaban seperti jawaban dari seorang teman, bukan dari komputer atau jawaban-jawaban yang cenderung ‘kaku’. Jika perusahaan dapat menerapkan cara ini, perusahaan tidak hanya akan membuat konsumen membeli produk atau jasa, tetapi mereka juga akan menjadi pendukung setia bagi merek Anda.
“Berkomunikasi dengan konsumen saat ini layaknya seperti terlibat dalam percakapan sekelompok orang di sebuah pesta cocktail. Perusahaan harus tahu kapan waktu yang tepat untuk masuk dalam percakapan itu dan memberikan kontribusi terhadap percakapan teresebut,” jelas Ron Faris, CMO dari Virgin Mobil USA, seperti yang dikutip dari Digiday.
Oleh: Wahyu Munajat